
Ia masih saja menatap beku di daun jendela itu. Di luar, senja masih sedikit berkelebat pada ujung cakrawala. Kian menipis dan sedetik saja, mungkin sinar keemasan itu pun akan segera lenyap. Dan Ia, masih saja terpaku dengan keadaan. "Masih dengan kerinduan yang sama, andai saja aku bisa bercerita, dan kamu mendengarkan." katanya.
Beberapa malam terakhir Ia mulai memimpikan Dia lagi. Sudah nyaris gila juga Ia mencoba untuk menangkis bayangan Dia dari hidupnya, dan sekarang Dia malah semakin lancang hadir dalam sadar dan setengah sadarnya. Bagaimana lagi? Rasa itu sudah semakin menjalar. Dan Ia sudah pasrah.
Puncaknya adalah sore ini, ketika Ia melihat dia dengan kondisi yang tidak biasanya. Matanya sayu, dan wajahnya agak memerah. Namun Ia tak bisa mendekatinya atau sekedar menanyakan keadaannya. Ia merasa tidak punya hak, dan tidak punya kepentingan apa pun bagi Dia untuk menanyakan hal itu.
Malam mulai melingkupi belahan bumi itu. Di daun jendela kamarnya ini, tiba-tiba saja air matanya menetes. Andai saja Ia mempunyai keberanian untuk menyatakan semuanya, tetapi pada kenyataannya Ia terlalu takut, terlalu takut kalau saja nantinya Dia malah menjauh dari Ia. Dan jadilah seperti ini, ketika semua perhatian dan kasih sayangnya hanya membias saja di udara, karena tidak pernah sampai.
"Kamu apa kabar?" bisiknya sendiri.
Sisanya hanya hening, tak ada jawaban dari siapapun.
"Mari kita bercerita dari balik dunia kita masing-masing" nada suaranya semakin sendu.
"Setidaknya aku masih ada di dunia yang sama denganmu. Meski selalu ada jarak."
Hening lagi. Rupanya malam pun enggan untuk mengganggu kesedihannya.
"Semoga kamu selalu dalam keadaan yang baik. Aku masih sama, masih juga menyimpan rindu itu." Ia terdiam lagi untuk beberapa saat.
"Tidak, kamu tidak perlu tau semua ini, cukup aku saja. Aku hanya ingin yang terbaik untukmu, dan aku tidak layak. Ah itu tidak penting. Yang penting sekarang adalah cepatlah menjadi seperti semula. Cepatlah sembuh, aku tidak bisa berbuat banyak selain mendoakanmu dari jauh. Semoga Tuhan senantiasa menjagamu."
Angin pun berhembus pelan. Dengan segera mampu menghapus jejak-jejak suaranya. Kini, suara itu sudah tak berjejak lagi, tinggal angan yang terlukis dalam kesatuan dunia yang tak kasat mata.
sukaaaaaaaaaa banget!
BalasHapusterimakasih.. :)
Hapusdalem dan ngena banget asli keren, "ia" hanya bisa membayangkan sedang bercengkrama dengan "Dia" kala rindu menusuk,,
BalasHapusngga bisa kasi komentar dah, memang kita beda aliran, but so perfect Ran :)
Hehe, Iya Han,makasih ya udah menyempatkan diri membaca.
HapusSy mau nangis ah :'(
BalasHapusKenapa Nangis? :')
Hapus