Langsung ke konten utama

Berbicara "Cinta" #1

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjfmJQ2eIpT2kXMmKrpujDs_KXHbss0PsDwN3gmqh-pyMW8J2a8-T7B_od-lH8cmyydquFLWTRhVHMqX0ntd9vv1T-FYGBSRcQQ95-gcYD2ryZ_7AB_JBUK4ia4Ty5oltUW1HdOBkDg9J0/s1600/Puisi+Cinta+Tak+Harus+Memiliki.jpg


Aku tidak tahu lagi bagaimana membunuh rasa ini terhadapmu. Sungguh, setiap hari semakin terus saja rasa itu menguasai otak dan hatiku. Siapa peduli? Tidak ada, bahkan tidak juga kamu.

Harapanku tidak pernah terlalu tinggi selain hanya bisa mengenalmu dengan lebih baik. Hanya saja aku dan kamu seakan terhalang oleh suatu sekat yang tidak pernah terlihat, tetapi nyata. Dan lebih sakit rasanya ketika harus mencintaimu dalam diam.

Sepotong kisah malam itu tetap melekat dalam ingatanku. Yah, semuanya masih sama, masih berkisah tentang kamu. Senyum itu sengaja aku curi pada malam itu, mengabadikannya dalam goresan kecil dalam buku catatanku, kemudian menguncinya utuh dalam ingatanku. Hanya saja, kamu tidak pernah tau itu.

Tanah itu masih basah, hujan telah menenggelamkan senja hingga tak ada lagi kemilau keemasan yang menakjubkan itu. Lalu malam dengan angkuh menggeser senja yang sendu itu. Dan pada malam itulah aku kembali menemukanmu.

"Kiiara, duduklah."

Sedikit gemetar, dan untuk pertama kalinya aku pun duduk disampingmu.

"Aku senang kamu ada disini."

"Maksudmu?"

"Kita suah lama bertetangga, tetapi tidak pernah saling sapa."

Kamu tahu, saat itu aku hampir-hampir tidak percaya. Kamu, ah semoga saja ini bukan mimpi.

Komentar

  1. Ceritanya enggak atau belum selesai kakak? Hayuuu ahhh mau baca lagii

    BalasHapus
  2. belum selesai.. Hehe, tunggu saja.

    Burhan@ terimakasih..

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Naskah Monolog

Lelayu Oleh: Ranti Alfiani Pertunjukan drama ini bertempat di sebuah ruangan sederhana, mirip kamar tidur namun tanpa tempat tidur dan lemari, maupun furniture yang lainnya. Sebuah ruang yang hanya berisi tikar dan sebuah kursi, meja dan beberapa aksesoris kamar, serta sebuah lonceng angin yang tergantung di sudut ruangan. Sebuah ruang yang tidak terlalu terang juga tidak terlalu gelap. SESEORANG DUDUK DENGAN RAUT WAJAH YANG LUSUH, SENYUMAN YANG HAMBAR, SERTA KESEDIHAN YANG TERGANTUNG DI KEDUA KELOPAK MATANYA. Peristiwa kematian, berkabung, lelayu, atau apalah orang-orang menyebutnya selalu menimbulkan kesedihan yang mendalam. Saya tahu, tidak ada pertemuan yang abadi, kenanganlah yang kemudian menjelma sebagai sesuatu yang tampaknya abadi, namun tetap saja kenangan manusia terbatas pada kemampuan otak menyimpan peristiwa. Itulah mengapa perpisahan selalu menjadi sebuah kejadian yang selalu menyakitkan. Peristiwa yang berlalu, terekam, kemudian menjelma menjadi kenangan s...

Rasa Ini Lagi

 Ia masih saja menatap beku di daun jendela itu. Di luar, senja masih sedikit berkelebat pada ujung cakrawala. Kian menipis dan sedetik saja, mungkin sinar keemasan itu pun akan segera lenyap. Dan Ia, masih saja terpaku dengan keadaan. "Masih dengan kerinduan yang sama, andai saja aku bisa bercerita, dan kamu mendengarkan." katanya. Beberapa malam terakhir Ia mulai memimpikan Dia lagi. Sudah nyaris gila juga Ia mencoba untuk menangkis bayangan Dia dari hidupnya, dan sekarang Dia malah semakin lancang hadir dalam sadar dan setengah sadarnya. Bagaimana lagi? Rasa itu sudah semakin menjalar. Dan Ia sudah pasrah. Puncaknya adalah sore ini, ketika Ia melihat dia dengan kondisi yang tidak biasanya. Matanya sayu, dan wajahnya agak memerah. Namun Ia tak bisa mendekatinya atau sekedar menanyakan keadaannya. Ia merasa tidak punya hak, dan tidak punya kepentingan apa pun bagi Dia untuk menanyakan hal itu. Malam mulai melingkupi belahan bumi itu. Di daun jendela kamar...

Berharap di Batas Senja

Aku tidak pernah menyangka bahwa berharap adalah suatu hal yang teramat menyakitkan. Dulu aku kira dengan berharap, maka akan ada alasan untuk menemui hari esok yang lebih baik. Semacam janji untuk kehidupan yang lebih baik. Aku masih sama, menunggui senja seperti hari-hari sebelumnya. Entah sedih, entah sepi, entah tenang, aku hampir tak bisa membedakan antara semuanya. Karena tak ada senja yang sama lagi, tidak pernah ada. *** Sore itu kamu datang, dengan senyum yang seolah menawarkan persahabatan. Aku tidak pernah lupa waktu itu, kamu yang mengajariku menunggui senja. Kamu yang mengajariku mencintai senja, menyetubuhinya dengan hati dan rasa. Kamu, ya kamu. Tidak pernah ada kata diantara aku, kamu dan senja. Kita hanya datang setiap sore, tertunduk, sama-sama bercerita lewat rasa yang dibawa oleh udara senja. Bercerita dengan diam. Berdua, ya, aku dan kamu. Meski tidak pernah ada kata, kita sama-sama tahu; kehidupan pelik masing-masing. Lewat senja ha...