Berbicara tentang cinta, maka tidak bisa dipisahkan kepada dua sisi, yaitu suka dan duka. Ah, segala sesuatu memang selalu mempunyai dua sisi, baik dan buruk. Sesuatu yang baik memang lebih mudah untuk diadaptasi, sedangkan sesuatu yang buruk sebaliknya.
Beberapa malam selanjutnya, aku berhasil menemukanmu (lagi). Tidak ada lagi tanah basah yang mengingatkanku pada malam itu. Hujan tidak turun hari ini, senja pun dengan bangga menunjukkan kemilaunya: kedamaian sekaligus kehampaan.
Taman --tempat biasa aku menunggumu-- itu kosong. Tidak. Aku tidak harus menunggumu disana, aku lebih dulu telah menemukanmu, di tempat yang lain. Kita tidak sengaja bertemu lewat sudut yang berbeda. Siluet tubuhmu samar-samar terlihat di kejauhan sana. Jantungku berdegup kencang.
Dan akhirnya kita berpapasan.
"Kiiara, mau kemana?"
Aku diam, tidak tau harus menjawab dengan kata apa. Ingin sekali aku berkata 'aku hanya ingin melihatmu', tapi itu pun tidak mungkin.
"Askaa, Hei.. Sini dulu bentar." Suara itu memanggilmu.
Belum sempat aku menjawab, belum sempat berkata lebih banyak. Dan kamu telah berbalik, menuju sumber suara yang memanggilmu. Berlari-lari kecil sambil melambaikan tangan padaku.
Suara itu suara wanita. Dan Kamu terlihat bersemangat sekali menghampirinya. Ah, atau mungkin..
Aku terus berjalan, dan tentu saja mengarah ke arah kalian berdua. Aku kira apa yang ada dipiranku benar.
Kamu terlihat senang sekali bersamanya. Dan aku, masih saja memperhatikan.
Tanganmu mengacak-ngacak rambutnya dengan mesra. Tertawa-tawa.
"Tuhaan, siapa wanita itu?" keluhku.
Aku tidak mampu melihat lebih lama lagi, tetapi kakiku malah seperti beku. Ingin sekali aku berteriak, tapi itu tak mungkin. Dan aku masih tetap membeku, dengan mata yang semakin berkaca-kaca. Tidak ada yang lebih sakit selain melihat orang yang kita cintai bahagia dengan wanita lain. Senyum itu, tawa itu, semuanya bukan untukku, bukan pula milikku.
Beberapa malam selanjutnya, aku berhasil menemukanmu (lagi). Tidak ada lagi tanah basah yang mengingatkanku pada malam itu. Hujan tidak turun hari ini, senja pun dengan bangga menunjukkan kemilaunya: kedamaian sekaligus kehampaan.
Taman --tempat biasa aku menunggumu-- itu kosong. Tidak. Aku tidak harus menunggumu disana, aku lebih dulu telah menemukanmu, di tempat yang lain. Kita tidak sengaja bertemu lewat sudut yang berbeda. Siluet tubuhmu samar-samar terlihat di kejauhan sana. Jantungku berdegup kencang.
Dan akhirnya kita berpapasan.
"Kiiara, mau kemana?"
Aku diam, tidak tau harus menjawab dengan kata apa. Ingin sekali aku berkata 'aku hanya ingin melihatmu', tapi itu pun tidak mungkin.
"Askaa, Hei.. Sini dulu bentar." Suara itu memanggilmu.
Belum sempat aku menjawab, belum sempat berkata lebih banyak. Dan kamu telah berbalik, menuju sumber suara yang memanggilmu. Berlari-lari kecil sambil melambaikan tangan padaku.
Suara itu suara wanita. Dan Kamu terlihat bersemangat sekali menghampirinya. Ah, atau mungkin..
Aku terus berjalan, dan tentu saja mengarah ke arah kalian berdua. Aku kira apa yang ada dipiranku benar.
Kamu terlihat senang sekali bersamanya. Dan aku, masih saja memperhatikan.
Tanganmu mengacak-ngacak rambutnya dengan mesra. Tertawa-tawa.
"Tuhaan, siapa wanita itu?" keluhku.
Aku tidak mampu melihat lebih lama lagi, tetapi kakiku malah seperti beku. Ingin sekali aku berteriak, tapi itu tak mungkin. Dan aku masih tetap membeku, dengan mata yang semakin berkaca-kaca. Tidak ada yang lebih sakit selain melihat orang yang kita cintai bahagia dengan wanita lain. Senyum itu, tawa itu, semuanya bukan untukku, bukan pula milikku.
Komentar
Posting Komentar