Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Maret, 2014

Rasa Ini Lagi

 Ia masih saja menatap beku di daun jendela itu. Di luar, senja masih sedikit berkelebat pada ujung cakrawala. Kian menipis dan sedetik saja, mungkin sinar keemasan itu pun akan segera lenyap. Dan Ia, masih saja terpaku dengan keadaan. "Masih dengan kerinduan yang sama, andai saja aku bisa bercerita, dan kamu mendengarkan." katanya. Beberapa malam terakhir Ia mulai memimpikan Dia lagi. Sudah nyaris gila juga Ia mencoba untuk menangkis bayangan Dia dari hidupnya, dan sekarang Dia malah semakin lancang hadir dalam sadar dan setengah sadarnya. Bagaimana lagi? Rasa itu sudah semakin menjalar. Dan Ia sudah pasrah. Puncaknya adalah sore ini, ketika Ia melihat dia dengan kondisi yang tidak biasanya. Matanya sayu, dan wajahnya agak memerah. Namun Ia tak bisa mendekatinya atau sekedar menanyakan keadaannya. Ia merasa tidak punya hak, dan tidak punya kepentingan apa pun bagi Dia untuk menanyakan hal itu. Malam mulai melingkupi belahan bumi itu. Di daun jendela kamar...

Ia Adalah Satu Tingkat Dibawah Dia

Sebenarnya Ia sendiri juga tidak mengerti dengan rasa yang selalu mengganggunya. Terkadang Ia terlalu putus asa untu membiarkan rasa itu untuk Dia. Terkadang Ia juga tak bisa membendung segala harapannya untuk Dia. "Kebetulan" memang terkadang menyakitkan. Ketidaksengajaan bisa saja membuat seseorang berharap, terlalu berharap malah. Tetapi sebenarnya itu hanya sebatas kebetulan saja, dan tidak lebih. Sayangnya, Ia hanya mendapatkan tempat satu tingkat dibawah Dia. Ah, satu tingkat pun Ia dapatkan hanya dalam kebetulan semata, tidak pernah secara sengaja. Apakah itu takdir, atau hanya sangkut-paut yang dihubung-hubungkan? Keterlaluan memang, jika Ia sudah berharap sampai sejuh ini, dan semuanya memang hanya sebatas maya. Lalu, siapa lagi yang akan menjaga perasaannya? Ketika yang paling Ia jaga pun tak pernah mengacuhkannya. Satu tingkat itu, adalah tempat dimana Ia tidak pernah berhenti memperhatikan Dia. Tidak perlu terlalu dekat, karena itu pun tidak mungkin Ia dapatk...

Perempuan dan Akun Facebooknya

Tuhan, aku tahu manusia itu tempatnya salah dan dosa. Ya, kata orang itu memang kodratnya. Tetapi, apa iya setiap orang harus selalu salah. Apa tidak ada tempat bagi seseorang untuk sedikit menjadi benar. Oh tidak, jika benar itu berlebihan, setidaknya ada beberapa waktu untuknya agar menjadi orang baik. Gadis itu asyik memainkan penanya pada sebuah daun yang jatuh di dekatnya. Dia adalah seorang gadis yang tidak suka banyak bicara, ia lebih suka mencurahkan isi hatinya lewat tulisan, meski baru kali ini ia menuliskannya di lembar daun-daun itu. Biasanya, setiap kali ia merasa tidak baik, ia akan menuliskannya pada akun jejaring sosialnya. Tetapi, hari ini beda, ia malas berurusan dengan akun facebooknya itu. Dia bukan sosok orang yang setiap waktu meng-update statusnya, hanya disaat-saat tertentu disaat ia tak bisa lagi mengucapkannya dengan kata-kata. Lalu ia akan menuliskannya lewat facebook atau apa lah yang lainnya. Kata-kata yang mungkin sedikit sensitif itu tidak pernah ber...

Berbicara "Cinta" #4

Selanjutnya kamu pasti akan mengerti tantang semua ini. Jujur saja, aku lelah menyimpannya sendiri. Aku tahu aku tidak layak, tapi apa salahnya? toh semua orang mempunyai hak yang sama. Yah aku yakin itu. Malam itu aku masih tetap berdiri, diam tanpa kata. Aku tidak menunggumu berbalik, tetapi aku pun tak bisa berjalan. Kau tahu? Dunia seperti berhenti, dan itu semua karenamu. Bukan karena terbuai karena cintamu, tetapi sebaliknya. Saai itu pun tiba, kamu berbalik dan berjalan lagi kearahku. Sebelumnya kamu mencium kening wanita itu lalu melambaikan tangan kepadanya. Kamu bahagia. Ya, kamu memang bahagia, dan itu yang mungkin belum bisa aku terima. "Bodoh, aku memang bodoh." Ucapku pada diri sendiri. Ingin segera aku berbalik lantas pergi begitu saja. Tetapi tubuh ini seraya meminta penjelasan, agar tidak terus saja dibiarkan menunggu. Di sisi lain, semua terasa sudah begitu jelas. Namun, tetap saja. Lewat bahasa semua akan terasa lebih gamblang. Kemudian ak...

Berbicara "Cinta" #3

Berbicara tentang cinta, maka tidak bisa dipisahkan kepada dua sisi, yaitu suka dan duka. Ah, segala sesuatu memang selalu mempunyai dua sisi, baik dan buruk. Sesuatu yang baik memang lebih mudah untuk diadaptasi, sedangkan sesuatu yang buruk sebaliknya. Beberapa malam selanjutnya, aku berhasil menemukanmu (lagi). Tidak ada lagi tanah basah yang mengingatkanku pada malam itu. Hujan tidak turun hari ini, senja pun dengan bangga menunjukkan kemilaunya: kedamaian sekaligus kehampaan. Taman --tempat biasa aku menunggumu-- itu kosong. Tidak. Aku tidak harus menunggumu disana, aku lebih dulu telah menemukanmu, di tempat yang lain. Kita tidak sengaja bertemu lewat sudut yang berbeda. Siluet tubuhmu samar-samar terlihat di kejauhan sana. Jantungku berdegup kencang. Dan akhirnya kita berpapasan. "Kiiara, mau kemana?" Aku diam, tidak tau harus menjawab dengan kata apa. Ingin sekali aku berkata 'aku hanya ingin melihatmu', tapi itu pun tidak mungkin. "Askaa, He...

Berbicara "Cinta" #2

Kamu tahu? Pertemuan singkat malam itu menjadi goresan paling indah yang pernah terukir dalam kisah ini. Aku hanya berharap akan ada sesuatu yang indah bersamamu untuk selanjutnya, selanjutnya lagi, dan selanjutnya setelah seterusnya. Betapa pun itu, aku rasa tidak terlalu tinggi untuk hanya berharap mengenalmu. Semua orang berhak untuk diperlakukan sama, tak terkecuali aku untuk sama seperti semua orang yang mengenalmu. Malam selanjutnya masih sama. Masih dengan tanah basah sisa hujan yang begitu deras sore harinya. Kamu tahu? Harum tanah basah ini menjadi moment yang serasa menempel dalam ingatanku, yang tentu saja mengingatkan semua tentang: kamu. Lagi-lagi aku menunggu kamu di kursi taman ini. Sengaja menunggu, dan sudah menjadi tradisi. Hanya seolah-olah seperti tidak untukmu. Untuk menjaga kenyamananmu, untuk menjaga segala kebaikanmu. Jujur saja, kecenderunganku adalah merasa tidak layak untukmu. Meski aku mencintaimu. Tetapi cinta saja tidak cukup bukan? Dan aku mencoba men...

Berbicara "Cinta" #1

Aku tidak tahu lagi bagaimana membunuh rasa ini terhadapmu. Sungguh, setiap hari semakin terus saja rasa itu menguasai otak dan hatiku. Siapa peduli? Tidak ada, bahkan tidak juga kamu. Harapanku tidak pernah terlalu tinggi selain hanya bisa mengenalmu dengan lebih baik. Hanya saja aku dan kamu seakan terhalang oleh suatu sekat yang tidak pernah terlihat, tetapi nyata. Dan lebih sakit rasanya ketika harus mencintaimu dalam diam. Sepotong kisah malam itu tetap melekat dalam ingatanku. Yah, semuanya masih sama, masih berkisah tentang kamu. Senyum itu sengaja aku curi pada malam itu, mengabadikannya dalam goresan kecil dalam buku catatanku, kemudian menguncinya utuh dalam ingatanku. Hanya saja, kamu tidak pernah tau itu. Tanah itu masih basah, hujan telah menenggelamkan senja hingga tak ada lagi kemilau keemasan yang menakjubkan itu. Lalu malam dengan angkuh menggeser senja yang sendu itu. Dan pada malam itulah aku kembali menemukanmu. "Kiiara, duduklah." Sedi...