Langsung ke konten utama

Cerpen Remaja



Sehelai Cinta yang Hilang
Oleh: Ranti Alfiani
Cinta adalah sebuah tema yang tidak akan pernah habis untuk dibicarakan. Bahagia, terluka, tawa, tangis, haru, dan kecewa adalah gelombang yang datang silih berganti meramaikannya. Cinta tidak bisa selamanya bahagia.
Angin berhembus pelan, memasuki celah-celah kecil kamar Melodi. Sepi, senyap, hanya suara semilir angin yang mengisi ruangan itu. Waktu serasa berhenti di kamar Melodi.
“Sayang, ayo makan dulu.” sapa Mama seraya masuk ke kamar Melodi.
“Melodi nggak laper, Ma. Mama sama Papa makan dulu aja. Nanti Melodi nyusul.” Jawab Melodi lembut.
“Sayang, ada apa? Cerita dong sama Mama. Mama lihat akhir-akhir ini kamu sering terlihat sedih, bangun tidur dengan wajah sembab, terus jadi sering nggak makan. Ada apa?” Tangan lembut Mama membelai rambut melodi.
“Melodi baik kok, Ma.” Ucapnya dengan melebarkan senyum. Senyum yang hambar dan terkesan dipaksakan.
“Ya sudah kalau memang Melodi belum mau cerita, Mama nggak bakal maksa. Melodi jangan lupa makan ya. Jaga kesehatan juga, sayang.”
Melodi hanya menjawabnya dengan sebuah senyuman. Senyuman dengan sorot mata yang jelas sekali menyatakan kesedihan. Mama yang melihatnya hanya bisa bersabar menunggunya berbicara. Tanpa bisa sedikit pun memaksa.
 “Kapan kamu akan cerita, Sayang. Mama sudah nggak tahan melihat sikapmu yang berubah 180 derajat ini.” ucap mama setelah menutup pintu kamar Melodi. Lirih, sambil menghela napas panjang.
Sore itu, matahari mulai berada pada batas senja, dan langit mulai menampakkan sinar jingganya. Melodi terus menatap pemandangan itu, hingga matahari benar-benar hilang dari pandangannya berganti dengan gelap malam.
Melodi tertawa getir. Tawa yang entah mengapa malah menimbulkan seribu luka yang perlahan muncul ke permukaan. Tawa yang benar-benar tidak menunjukkan sebuah kesenangan.
Perlahan Melodi menghempaskan tubuhnya di atas kasur. Matanya menatap kosong langit-langit kamar. Dan semua bayangan tentang itu berkecamuk dalam pikirannya. Ada dua sisi yang berlawanan, ada dua kata hati yang tengah bertengkar.
Dua orang yang kau sayangi, sahabatmu sejak SMP dan lelaki yang telah menjalin hubungan hampir dua tahun bersamamu. Mereka ada di depan matamu tengah asyik bermesra. Hubungan apa yang tengah mereka jalin? Ungkap sebagian hatiku.
Tidak! Melodi. Sandra tidak mungkin melakukan seperti apa yang kamu pikirkan. Dia sangat mengenalmu, dia tahu semua tentangmu. Dan Kak Dika juga lelaki yang baik. Dia sangat menyayangimu. Mereka tidak mungkin melakukan itu. Ungkap sebagian hati yang lain.
Lalu? Apa maksud dari kejadian itu? Hari itu Kak Dika membiarkanmu menunggu, sementara dia sedang asyik bersama Sandra? Hah, apa itu tidak cukup menjelaskan semuanya.
Tidak, Melodi. Jangan berfikir negatif. Sampai sekarang pun Kak Dika belum berbicara apa-apa kepadamu. Sandra juga belum berkata apa-apa. Bisa saja apa yang kamu lihat itu salah. Percayalah pada mereka!
Kak Dika maupun Sandra tidak akan bicara karena dia takut untuk menjelaskan yang sebenarnya kepadamu. Buka matamu Melodi! Dunia tidak selalu seperti apa yang kamu harapkan.
Entahlah. Perang batin itu selalu menghasilkan pikiran yang negatif. Yang entah telah beberapa hari ini mengganggu kehidupan Melodi. Di dalam kamar ini, Melodi berusaha bersembunyi, menyembunyikan semua kepiluan hatinya dari siapa pun.
Ponsel Melodi berdering, mengalunkan lagu A Thousand Years milik Christina Perri. Lagu khusus yang memang diatur Melodi  untuk panggilan dari Kak Dika.
Dengan antusias Melodi meraih ponselnya.
“Kakak..”
“Melodi..” suara di ujung telepon itu terdengar begitu berat.
“Kakak sakit?” tanya melodi dengan penuh ketulusan.
“Tidakkah kamu marah padaku, Mel?”
“Maksud kakak?”
“Mel, maafkan aku. Tidak sepantasnya kamu masih sebaik itu padaku. Beberapa hari ini aku telah mengabaikanmu. Bahkan aku…” Kak Dika menghentikan ucapannya. Terdengar ada helaan nafas berat di ujung telepon sana. “Melodi, Aku yakin bahkan kamu sudah tau.”
“Kakak, Melodi...” kata-kata Melodi terhenti. Melodi tidak tahu bagaimana harus menjawabnya.
“Melodi, Melodi tahu kan, saat kita tengah jatuh cinta, kita tidak akan tahu apakah yang kita lakukan itu benar atau salah. Kita hanya tahu kita mencintai seseorang, dan kita ingin memilikinya.”
Melodi hanya diam, tak mengerti tentang apa maksud dari perkataan itu.
“Kakak mencintai seseorang, dan kakak ingin memilikinya. Tetapi, mungkin keputusan kakak untuk memilikinya akan menyakiti hati orang lain. Bahkan orang yang dulu pernah kakak cintai.”
Apa maksud ucapan kakak? Apa semua itu benar? Tanya Melodi dalam hati.
“Melodi, sebenarnya kakak ingin mengatakan ini secara langsung kepadamu. Tetapi, kakak tahu kakak tidak akan mungkin bisa melakukannya. Kamu terlalu baik Melodi.” Dika menghentikan ucapannya. Terdengar dia tengah menghela napas panjang. Dan itu dilakukannya berkali-kali. “Maafkan kakak Melodi, kakak menyayangimu, tetapi kakak mencintai orang lain.”
Tidak! Kakak tidah boleh melakukan itu, kakak egois. Mencintai orang lain? Sejak kapan? Lalu bagaimana denganku? Bagaimana dengan cintaku? Batin Melodi. Hatinya berkecamuk. Namun, tidak ada kata yang keluar dari mulutnya. Hanya diam seribu bahasa.
“Jangan diam, Melodi. Bentak aku, caci maki aku…”
“Kakak mencintai dia?” potong Melodi. Melodi tidak memperlihatkan rasa marahnya. Bahkan dia mengajukan pertanyaan itu dengan nada yang dibuat setenang mungkin.
“Maafkan kakak. Kakak memang mencintai Sandra.”
Sandra. Oh tuhan, sesempit itukah dunia ini. Kenapa harus dia? Ucap melodi dalam hati.
Tak ada yang lebih sakit lagi dibandingkan semua ini. Sahabat yang telah dikenal Melodi sejak SMP, yang selalu mendengar semua kisah tentangya dan Kak Dika. Tiba-tiba dia merebut Kak Dika dari Melodi. Merebut? Bahkan Dika juga mencintai Sandra. Persetan dengan hubungan mereka. Yang jelas itu semua telah melukai hati Melodi. Tak ada kata yang bisa melukiskan tentang luka yang tengah Melodi rasakan. Sesak. Hatinya benar-benar terasa sesak. Atau mungkin lebih dari itu. Semuanya menjadi gelap.
****
Pagi itu, entah mengapa terasa begitu hangat bagi melodi. Di taman belakang rumahnya, Melodi duduk diatas rumput yang hijau. Menyembunyikan wajahnya diantara kedua lututnya, kemudian mendekapnya dengan kedua tangannya. Kehangatan pagi tak mampu menghangatkan hatinya yang tengah beku.
“Melodi.” sapa seeorang.
Suara itu sangat tidak asing bagi Melodi. Tenang, bersahabat, dan sangat ia rindukan. Dan sosok pemilik suara itu tiba-tiba sudah ada disampingnya. Membelai rambutnya dengan penuh kasih sayang.
“Kak Dika.” Melodi terkesima. Seseorang yang tengah ia rindukan tiba-tiba ada disampingnya.
“Sedang apa kamu disini? Kenapa sedih gitu?”
“Sedih, kak?”
“Kok malah nanya. Kenapa?”
Aku sedih. Aku sedih kenapa? Batin melodi. Seperti amnesia, Melodi benar-benar tidak tahu apa yang telah membuatnya bersedih. Dia hanya merasa sakit. Sakit yang begitu dalam.
“Melodi nggak tahu kak. Melodi hanya sedih.”
Dika pun hanya tersenyum. Kemudian menggandeng tangan Melodi. Membawanya pergi.
Dengan sekejap saja mereka telah sampai pada sebuah taman yang indah. Penuh dengan bunga warna-warni yang tengah bermekaran. Banyak kupu-kupu beterbangan diatasnya. Taman itu terletak di pinggir sebuah danau. Benar-benar sebuah taman yang sempurna. Mirip taman-taman yang ada dalam dongeng pada sebuah kerajaan.
Melodi dan Kak Dika duduk diantara bunga Lily yang tingginnya sekitar 30cm. Sangat senang rasanya bisa ada diantara bunga-bunga indah itu, begitu sempurna.
“Udah nggak sedih lagi kan?” tanya Dika.
“Hehe.. Melodi nggak bakal sedih kalau ada kakak disamping Melodi. Kebahagiaan Melodi sepenuhnya ada pada kakak.” Ucap Melodi dengan riang.
“Dasar gombal.” Jawab Dika sambil mengacak-ngacak rambut Melodi.
“Yee.. Melodi nggak gombal kok.”
“Mel, main yuk.” Ucap Dika. Kemudian dia mengulurkaan dua jaring kepada Melodi. “Kupu-kupu disini banyak banget, kita tangkap satu yuk. Pilih satu dari sekian banyak kupu-kupu ini lalu berikan pada kakak. Dan aku juga akan memilihkan satu kupu-kupu terindah buatmu.”
“Siap kakak.” Dengan semangat Melodi meraih jaring yang diberikan Kak Dika.
Melodi dan Kak Dika berlari dengan gembira mengeillingi taman. Berusaha mencari kupu-kupu yang paling indah. Sesekali bercanda ria dengan saling menjaili satu sama lain. Hingga tak terasa siang itu telah menjadi sore.
Melodi dan Kak Dika duduk kembali diantara bunga Lily. Tangan mereka membawa sebuah toples berisi kupu-kupu cantik yang telah mereka tukar.
“Kakak, apa kakak mencintaiku?” Melodi membuka percakapan.
“Apa maksudmu Mel? Jelas kakak mencintaimu. Untuk apa kakak disini jika kakak tidak mencintaimu.”
“Syukurlah.”
“Kenapa?”
“Entahlah, Melodi merasa seperti akan kehilangan Kakak.”
“Aku akan selalu ada untukmu. Meskipun aku tidak ada disampingmu, aku akan terus berada disini.” Ucap Dika sambil menunjuk pada hati Melodi.
Angin berhembus pelan, memainkan rambut melodi dengan anggunnya. Semerbak wangi bunga Lily menyebar kemana-mana. Keadaan ini memberi ketenangan bagi Melodi. Begitu sempurna. Senyum Melodi mengembang indah di wajahnya.
***
Senyumnya masih tergabar redup di wajah Melodi. Kemudian Melodi perlahan membuka matanya. Gelap. Suasana disekelilingnya begitu gelap. Tak ada hamparan luas bunga Lily, tak ada toples dengan kupu-kupu indah di dalamnya. Dan yang terpenting, tak ada Kak Dika disampingya.
Perlahan air matanya mulai menetes. Hanya mimpi. Keluhnya dalam hati. Sekarang semuanya sudah jelas. Kak Dika telah mengakuinya, dan semuanya berakhir sampai disini. Sehelai cinta itu telah benar-benar hilang. Cinta pertamanya hilang bersama sahabatnya sendiri. Kenyataan yang benar-benar tak bisa Melodi terima. Di tengah malam ini, Melodi terus larut dalam tangisnya.
Jika saja semuanya selalu semudah seperti apa yang ada dalam mimpi. Jika saja hidup itu selalu semudah seperti yang Melodi harapkan. Sayangya, takdir mungkin berkehendak lain. Tidak ada hidup yang sempurna di dunia ini. Yang ada hanya orang-orang yang terlalu berharap hidupnya akan sempurna.

***Selesai***

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Naskah Monolog

Lelayu Oleh: Ranti Alfiani Pertunjukan drama ini bertempat di sebuah ruangan sederhana, mirip kamar tidur namun tanpa tempat tidur dan lemari, maupun furniture yang lainnya. Sebuah ruang yang hanya berisi tikar dan sebuah kursi, meja dan beberapa aksesoris kamar, serta sebuah lonceng angin yang tergantung di sudut ruangan. Sebuah ruang yang tidak terlalu terang juga tidak terlalu gelap. SESEORANG DUDUK DENGAN RAUT WAJAH YANG LUSUH, SENYUMAN YANG HAMBAR, SERTA KESEDIHAN YANG TERGANTUNG DI KEDUA KELOPAK MATANYA. Peristiwa kematian, berkabung, lelayu, atau apalah orang-orang menyebutnya selalu menimbulkan kesedihan yang mendalam. Saya tahu, tidak ada pertemuan yang abadi, kenanganlah yang kemudian menjelma sebagai sesuatu yang tampaknya abadi, namun tetap saja kenangan manusia terbatas pada kemampuan otak menyimpan peristiwa. Itulah mengapa perpisahan selalu menjadi sebuah kejadian yang selalu menyakitkan. Peristiwa yang berlalu, terekam, kemudian menjelma menjadi kenangan s...

Rasa Ini Lagi

 Ia masih saja menatap beku di daun jendela itu. Di luar, senja masih sedikit berkelebat pada ujung cakrawala. Kian menipis dan sedetik saja, mungkin sinar keemasan itu pun akan segera lenyap. Dan Ia, masih saja terpaku dengan keadaan. "Masih dengan kerinduan yang sama, andai saja aku bisa bercerita, dan kamu mendengarkan." katanya. Beberapa malam terakhir Ia mulai memimpikan Dia lagi. Sudah nyaris gila juga Ia mencoba untuk menangkis bayangan Dia dari hidupnya, dan sekarang Dia malah semakin lancang hadir dalam sadar dan setengah sadarnya. Bagaimana lagi? Rasa itu sudah semakin menjalar. Dan Ia sudah pasrah. Puncaknya adalah sore ini, ketika Ia melihat dia dengan kondisi yang tidak biasanya. Matanya sayu, dan wajahnya agak memerah. Namun Ia tak bisa mendekatinya atau sekedar menanyakan keadaannya. Ia merasa tidak punya hak, dan tidak punya kepentingan apa pun bagi Dia untuk menanyakan hal itu. Malam mulai melingkupi belahan bumi itu. Di daun jendela kamar...

Berharap di Batas Senja

Aku tidak pernah menyangka bahwa berharap adalah suatu hal yang teramat menyakitkan. Dulu aku kira dengan berharap, maka akan ada alasan untuk menemui hari esok yang lebih baik. Semacam janji untuk kehidupan yang lebih baik. Aku masih sama, menunggui senja seperti hari-hari sebelumnya. Entah sedih, entah sepi, entah tenang, aku hampir tak bisa membedakan antara semuanya. Karena tak ada senja yang sama lagi, tidak pernah ada. *** Sore itu kamu datang, dengan senyum yang seolah menawarkan persahabatan. Aku tidak pernah lupa waktu itu, kamu yang mengajariku menunggui senja. Kamu yang mengajariku mencintai senja, menyetubuhinya dengan hati dan rasa. Kamu, ya kamu. Tidak pernah ada kata diantara aku, kamu dan senja. Kita hanya datang setiap sore, tertunduk, sama-sama bercerita lewat rasa yang dibawa oleh udara senja. Bercerita dengan diam. Berdua, ya, aku dan kamu. Meski tidak pernah ada kata, kita sama-sama tahu; kehidupan pelik masing-masing. Lewat senja ha...