Lelayu Oleh: Ranti Alfiani Pertunjukan drama ini bertempat di sebuah ruangan sederhana, mirip kamar tidur namun tanpa tempat tidur dan lemari, maupun furniture yang lainnya. Sebuah ruang yang hanya berisi tikar dan sebuah kursi, meja dan beberapa aksesoris kamar, serta sebuah lonceng angin yang tergantung di sudut ruangan. Sebuah ruang yang tidak terlalu terang juga tidak terlalu gelap. SESEORANG DUDUK DENGAN RAUT WAJAH YANG LUSUH, SENYUMAN YANG HAMBAR, SERTA KESEDIHAN YANG TERGANTUNG DI KEDUA KELOPAK MATANYA. Peristiwa kematian, berkabung, lelayu, atau apalah orang-orang menyebutnya selalu menimbulkan kesedihan yang mendalam. Saya tahu, tidak ada pertemuan yang abadi, kenanganlah yang kemudian menjelma sebagai sesuatu yang tampaknya abadi, namun tetap saja kenangan manusia terbatas pada kemampuan otak menyimpan peristiwa. Itulah mengapa perpisahan selalu menjadi sebuah kejadian yang selalu menyakitkan. Peristiwa yang berlalu, terekam, kemudian menjelma menjadi kenangan s
"Aku mencintai senja, sama seperti aku mencintaimu. Aku mencintai senja, sama seperti Seno yang sering menghadirkannya lewat semua peristiwa dalam ceritanya. Aku mencintai senja, sama seperti semua pengagum senja yang lainnya. Aku mencintai senja, melebihi semua kata yang tercipta di dunia.. Aku mencintai senja, sebagai wujud syukur atas betapa indah ciptaan Tuhan yang satu ini. Aku mencintai senja, karena Ia mengingatkanku atas kekosongan, kehampaan, kenestapaan sekaligus kebahagiaan yang sempat tercipta. Aku mencintai senja, sebagai titik waktu awal sekalgus akhir. Aku Mencintai Senja, sampai tidak ada kata lagi yang mampu mewakilinya. Kebumen, 05-10-14" Foto by Diah Oktaviana.